Tahukah teman-teman tentang manfaat storytelling untuk anak? Saya yakin sebagian besar sudah mengetahuinya, bahkan telah menjadi aktivitas harian teman-teman dalam bercerita kisah-kisah nyata kepada anak.
Telah banyak dijumpai atsar dari hadits bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkisah dengan kisah-kisah terdahulu kepada para sahabat.
Begitu juga generasi terdahulu yang menggunakan metode memberikan kisah atau bercerita dengan kisah-kisah penggugah jiwa.
Teman-teman dapat melihat daftar kisah nyata yang sangat bagus untuk menyuburkan hati kita dan anak-anak di http://kisahmuslim.com/ . Saya sering melihat-lihat dahulu di web ini untuk referensi kisah-kisah yang satu tema ( satu ide ) dengan cerita yang ingin saya paparkan kepada anak-anak.
Manfaat storytelling untuk anak
Pada umumnya anak-anak menyukai cerita. Dari pengalaman saya, mereka akan mendengarkan dengan seksama dan sangat asyik menikmatinya. Saya melihat dari gesture tubuh ( bahasa tubuh) mereka. Apalagi yang dikisahkan adalah kisah-kisah nyata yang dapat diambil manfaatnya. Ini terbukti dengan permintaan mereka, “Ummi ( atau Abi ) , kapan cerita lagi?”
Melalui aktivitas storytelling ini, kemampuan dan daya khayal (membayangkan sesuatu) akan meningkat. Hal ini secara tak langsung akan meningkatkan kemampuan mencongak atau menghitung dengan membayangkan angka-angka di otak.
Cerita yang dituturkan dengan runut, sesuai dengan bahasa anak, dan yang sesuai dengan kondisi anak biasanya lebih diminati anak. Apalagi cerita yang mengandung hikmah sederhana yang diungkapkan kepada anak dengan bahasa yang dimengerti mereka, itu akan lebih tertancap di dalam hati mereka.
Itulah substansi ( tujuan dasar ) dari storytelling, yaitu memberikan nasihat kepada anak. Intinya adalah memberikan nasihat melalui cerita.
Di mana biasanya pesan moral atau nasihat itu disampaikan? Biasanya terletak di kesimpulan cerita. Saya akan sharing pengalaman saya bagaimana agar aktivitas storytelling berkesan bagi anak di bagian selanjutnya.
Biasanya, ketika mereka tahu “moral of the story” atau “lesson learned” dihari-hari berikutnya mereka akan bertingkah-laku seperti apa yang sudah kita nasihatkan dalam bentuk cerita yang sudah kita paparkan kepada mereka.
Bagaimana cara agar storytelling berkesan dan bermanfaat bagi anak?
Ohya, sebelum saya melangkah lebih jauh dengan cara-caranya. Sekali lagi saya ingatkan, saya bukanlah ahli di bidang parenting. Tulisan ini adalah saya dapat dari berbagai sumber (buku, internet, seminar, dan sebagainya) dan saya mendokumentasikan di blog ini serta mempraktekkannya di keseharian kami.
Jadi jika teman-teman mempunyai cara atau tahapan lain yang lebih berkualitas dan bermanfaat, sudilah kiranya memberitahu kami melalui komentar atau contact form di bawah.
Agar storytelling berkesan dan bermanfaat bagi anak, saya melakukan langkah-langkah di bawah ini.
Tahapan atau langkah aktivitas storytelling
1.Temukan alasan yang tepat untuk melakukan aktivitas storytelling.
Contohnya dalam pengalaman saya:
Saya menemukan beberapa waktu yang lalu si Ahmad “agak” malas untuk muroja’ah hafalan Al Quran dan membaca buku Iqra ( kami memakai buku Iqra untuk mengajar Ahmad membaca dan menulis Al Quran).
Alih-alih menasihati langsung secara to the point yang berdasarkan pengalaman masuk ke telinga kanan keluar ke telinga kiri, maka saya menemukan waktu dan alasan yang tepat untuk memulai aktivitas storytelling atau bercerita ( yaitu menasihati anak melalui storytelling ).
2. Buatlah perencanaan yang matang terhadap aktivitas storytelling ini.
Saya mulai mencari sumber-sumber kisah nyata yang berkaitan dengan malas misalnya: akibat negatif dari malas, balasan untuk orang yang malas, dan seterusnya.
Yang paling bagus adalah kisah-kisah shahih tentang sahabat Nabi, cerita tentang generasi pendahulu yang shalih, dan seterusnya. Atau saya akan tambahkan pengalaman saya sendiri yang dapat diambil pelajaran darinya.
Setelah menemukan draft cerita yang lengkap, maka saya akan mencari waktu dan tempat yang kondusif untuk bercerita.
Lalu saya memancing si Ahmad dengan berkata kepadanya,”Mau Abi ceritain lagi gak? Ini ceritanya bagus loh” dan kata-kata yang semisalnya. Saya perhatikan bahasa tubuhnya, jika “mood” nya bagus dan terlihat antusias, langsung saya ajak ke tempat favoritnya yaitu kamar dan melakukan aktivitas storytelling sambil berbaring.
3. Bercerita secara runut ( mempunyai alur yang jelas )
Bagaimana alur yang baik untuk storytelling? Saya mendapatkannya di blog luar negeri dan ada catatannya di notepad saya, namun saya lupa alamatnya. Intinya adalah:
– Buatlah setting atau awalan yang merangsang keingintahuan anak.
Contohnya:
Saya biasanya memancing dengan pertanyaan seperti:
“Coba tebak kisah siapa yang akan abi ceritakan kali ini?”
“Apakah Ahmad sudah pernah denger cerita apa akibat orang yang malas?”
Dan memulainya dengan memberi latar yang jelas, seperti:
“Dulu… Sewaktu fulan sekolah SMA di Jakarta… Fulan pernah mengalami rasa kemalasan untuk belajar”
Dan kalimat-kalimat pembuka yang semisalnya.
– Pengenalan atau latar belakang cerita dan tokoh utama cerita.
Contoh:
Saya mengambil contoh dari cerita si fulan yang tidak lulus UMPTN karena malas belajar ( untuk contoh siroh yang berkaitan dengan ini, saya mencari di mesin pencari yufid.com dengan kata kunci “kisah seorang yang malas” misalnya)
Dalam tahap ini, saya paparkan cerita lanjutan dari kalimat di atas. Yaitu menceritakan tokoh utama dan latar belakang cerita. Misalnya:
“Sewaktu SMA, fulan selalu juara di kelas Alhamdulillah. Lalu fulan bercita-cita ingin melanjutkan kuliah di salah satu universitas yang paling bagus saat itu. Waktu itu fulan suka sekali pelajaran fisika sehingga fulan ingin belajar teknik elektro di universitas tersebut” Dan seterusnya.
– Ceritakan hal yang membuat seru atau tegang atau menarik atau hal yang membuat anak semakin ingin tahu dan mendengar cerita lebih dalam.
Ini adalah puncak ceritanya. Saya menceritakan kondisi-kondisi yang membuat anak tertarik untuk mendengar sampai habis.
Contoh:
“Fulan punya kebiasaan menunda pekerjaan… Sebenarnya fulan ingin belajar untuk persiapan UMPTN.. tapi di hatinya selalu aja bilang, ah nanti aja masih ada waktu… setiap mau belajar selalu saja bilang nanti aja deh, minggu depan aja” sampai akhirnya beberapa pekan sebelum UMPTN, barulah fulan mulai sibuk belajar” dan seterusnya.
– Ceritakan tentang kelanjutan dari tahap di atas dan menjawab seluruh masalah di atas.
Contoh:
“Sewaktu mengerjakan ujian, si fulan tampak kesulitan karena tidak mempersiapkan diri dengan baik. Fulan mengandalkan ingatannya saja. Tapi kurang dalam berlatih mengerjakan soal-soal. Sehingga ada banyak jebakan soal, si fulan jadi salah dalam menjawab… Ketika pengumuman UMPTN, fulan tidak menemukan namanya tertulis di koran dan menemukan nama teman-temannya yang fulan tahu bahwa mereka mempersiapkan UMPTN ini sejak dari kelas 1 SMA”
– Buat ending yang bagus berisi kata-kata hikmah ( kalo istilah lainnya moral of the story ) atau kesimpulan atau pelajaran yang dapat diambil dari kisah tersebut.
Contoh:
“Fulan menyesali dirinya mengapa fulan selalu malas dan menunda-nunda belajar… Fulan hanya dapat melihat teman-temannya yang rajin mempersiapkan ujian sejak awal , melihat mereka masuk ke kampus idaman dengan senangnya” atau dapat menutup cerita dengan kalimat,” jadi kalau kita malas akan…… dan seterusnya”
4. Aktivitas pasca storytelling
Agar Ahmad menangkap lebih dalam lagi, saya akan bertanya,”pelajaran apa yang Ahmad ambil dari cerita ini?”
Setelah itu, ketika ingin mengajak Ahmad belajar dan saya melihat ada tanda-tanda “enggan” pada bahasa tubuhnya, saya akan mengingatkan dengan kalimat seperti,” Ahmad inget gak cerita yang kemarin tentang akibat malas belajar?” atau “Ahmad gak mau seperti fulan kan? Kan Ahmad mau jadi hafizh quran, jadi harus bisa baca quran, nah kalo mau bisa baca quran Ahmad harus belajar baca buku Iqro ini dulu” dan kalimat-kalimat lain yang semacam itu.
Alhamdulillah atas taufiq dari Allah, kemudian dari ikhtiar dengan melakukan aktivitas storytelling di atas, beliau mau dan semangat jika diajak untuk baca buku Iqro dan murajaah hafalan.
Itulah aktivitas kami dalam memberi nasihat melalui cerita. Saya sangat berharap ayah bunda dan teman-teman semua berbagi pengalaman dalam melakukan aktivitas storytelling ini, sehingga kita semua dapat menambah wawasan dan mempraktekkannya jika cocok dengan situasi dan kondisi kita.
Teman-teman dapat sharing pada komentar di bawah atau email serta berinteraksi di media lainnya yang informasinya terdapat di page hubungi kami.
0 comments:
Post a Comment