Akan saya tuliskan kisah haru nan nyata tentang perjuangan seorang ibu, tentang kasih-sayang ibu kepada anak yang dicintainya.

Salah satu mendidik anak untuk menanamkan kebaikan adalah dengan menceritakan kisah-kisah nyata penggugah jiwa. Kisah nyata tentang kehidupan sarat dengan muatan nilai-nilai, kompleks dan penuh bertabur hikmah. Orang yang cerdas adalah orang yang dapat mengambil pelajaran dari ceceran cerita-cerita tersebut.

Semoga dengan membaca cerita nyata tentang ibu ini, kita sebagai anak lebih berbakti kepada orang-tua terutama kepada ibunda tercinta. Atau kita sebagai wanita, akan lebih menyayangi dan memperhatikan pendidikan anak-anak. Atau kita sebagai pria, akan lebih menyayangi dan menghormati istri-istrinya. Dan seterusnya.

Kisah ini saya ambil dari buku kumpulan kisah nyata berjudul Sebening Cinta Ibunda, terbitan Shofa Media Publika. Adapun penulisnya adalah Enggal Wulan.

Kisah ini berjudul "Kasih Ibu Sepanjang Jalan". Saya mulai cerita ini.

kisah nyata mengharukan tentang perjuangan ibu kasih sayang ibu


==============

Ini adalah kisah seorang kerabat dari Demak, yang sangat aku kenal baik pribadi dan keluarganya. Meski usiaku jauh lebih muda, tapi tak menghalangi persahabatan kami.

Aku memanggilnya mbak Hanif. Orangnya supel, berkulit bersih, dan cantik. Kami kenal saat di rumah sakit, saat itu ia tengah kontrol penyakitnya, sementara aku menjenguk kerabat. Sejak saat itu kamipun akrab.

Keakraban itu bertambah saat aku ditawari bekerja di tempatnya membuat kerajinan tangan. Aku mendapat upah borongan untuk itu. Lumayanlah untuk menutup kebutuhanku sebagai anak kos. Selain pedagang besar, mbak Hanif juga seorang hafizhah. Bersama suami, ia mengelola home industry. Sayangnya,, ia belum juga punya momongan meski sudah hampir dua tahun menikah. Menurut mbak Hanif, mungkin karena ia sering minum obat dosis tinggi. Sebulan kemudian aku tahu, rupanya ia menderita penyakit kanker paru-paru, dan sudah dua kali menjalani operasi.

Subhanallah, empat bulan sejak perbincangan itu, mbak Hanif dinyatakan positif hamil. Oleh dokter, ia disarankan menggugurkan kandungan, karena akan sangat beresiko bagi diri dan janinnya. Apalagi ia juga sering pingsan dan sesak nafas.

Mbak Hanif memilih mempertahankan kandungannya. Hari-harinya jadi sangat berat dan penuh perjuangan. Selain harus berjibaku melawan sakitnya, ia juga harus berjuang menjaga kandungannya. Selama itu pula ia menolak obat dokter, dan hanya banyak mengkonsumsi madu. Tak cuma itu, mbak Hanif mengalami morning sickness selama hampir lima bulan. Tubuhnya terlihat kurus dan pucat. Tapi anehnya, selama hamil itu pula penyakit mbak Hanif jarang kambuh. Subhanallah.

Sehari-hari ia sibuk di toko souvenir miliknya, juga membantu membuat jahitan baju, payet, serta kerajinan tangan bersamaku dan karyawan lain. Begitulah, ia memang dekat dengan karyawannya. Ia terlihat lebih kuat dari penampilannya yang tampak ringkih.

Juni 1997, hari yang dinantikan tiba. Subuh itu mbak Hanif mulai merasakan mulas. Hingga lepas Zuhur baru bukaan empat. Kondisinya mulai payah dan mulai sulit bernafas hingga dibantu oksigen. Ditengah segala kepayahan tersebut, mbak Hanif memilih melahirkan normal, meski dokter menyarankan operasi, terlebih mengingat kondisinya yang menurun sejak dua pekan sebelumnya. Ia bilang padaku ingin merasakan jadi wanita sempurna. Begitulah mbak Hanif, ia memang sosok muslimah yang pantang menyerah.

Menjelang Ashar, saat aku dan beberapa karyawan menjenguknya ia masih sempat bercanda,"Sakit tapi enak lho..." Padahal kulihat matanya sembab, mungkin karena menangis menahan sakit.

Menjelang Maghrib, Alhamdulillah bayi cantik 2,6 kg lahir dengan selamat. Namun kondisi mbak Hanif sendiri yang semula baik-baik saja mendadak drop. Kurang lebih setengah sebelas malam ia dievakuasi ke ruang ICU.

Kebahagiaan hari itu memang tak lagi sempurna. Tawa berubah menjadi air mata. Hingga esok hari, bahkan selama empat hari mbak Hanif tak sadarkan diri. Masuk pada hari kelima, mbak Hanif siuman. Hal pertama yang ia tanyakan adalah bayinya. Sebuah fragmen mengharukan antara ibu dan anak, di ruang ICU. Kami yang melihat dari luar, tak mampu membendung air mata.

Mbak Hanif memang akhirnya berhasil merasakan manisnya jadi wanita sempurna, sebagaimana Latifah (putrinya) pun merasakan kehangatan kasih sang bunda. Namun sejak saat itu, mbak Hanif harus kembali berjuang dengan sakitnya, dan kondisinya makin memburuk. Tak sampai dua bulan, mbak Hanif dipaksa menyerah pada takdir. Latifah akhirnya diasuh keluarga besar ayah juga nenek dari pihak ibu.

Dari beliau aku belajar, betapa besar kasih seorang ibu. Ia berusaha kuat dan tegar, demi buah cinta yang dinantinya. Semangatnya, cintanya, bahagianya, mampu membuatnya bertahan dari rasa sakit, bahkan melupakannya. Meski akhirnya setelah impiannya hadir, ia harus pergi............


Selesai.

Baca kisah mengharukan lainnya:
- Kisah kejujuran yang mengharukan dan membuahkan kesuksesan

0 comments:

Post a Comment