Jangan jadikan keberhasilan dan kesuksesan dunia semata sebagai tolok ukur keberhasilan pendidikan.

Maksud dari kalimat di atas adalah: jangan hanya menjadikan kesuksesan dunia sebagai tolok ukur pencapaian pendidikan yang telah dilewati.

Mengapa tidak boleh menjadikan keberhasilan dunia semata sebagai tolok ukur keberhasilan?


Ada beberapa ayat dan kisah generasi terdahulu yang menjadi dasar pemikiran ini, yaitu:

1. Al-Qur-an Surah At-Taubah:100, yang artinya kurang lebih:

"Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus-asa"


2. Al-Qur-an Surah Thohaa:31, yang artinya kurang lebih:

"Dan janganlah kamu tujukan kedua-matamu kepada apa yang telah kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami uji mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal"


3. Hadits yang maknanya kurang lebih:

Umar bin Khaththab radiallahu 'anhu menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di kamar khusus, Umar melihat beliau berbaring beralaskan kerikil. Di dalam rumah hanya terdapat tumpukan batang pohon dan beberapa perlengkapan yang tergantung. Umar tidak kuasa menahan tangis.

Lalu Rasulullah bertanya kepadanya,"Apa yang membuatmu menangis wahai Umar?"

Umar menjawab,"Ya Rasulullah, Kisra dan Raja Romawi, mereka berdua dalam keadaan mewah. Sedangkan engkau.. padahal engkau adalah pilihan Allah diantara makhluk-Nya."

Beliau berkata,"Apakah kamu berada dalam keraguan wahai putra al-Khaththab? Mereka itu kaum yang disegerakan berbagai kenikmatan mereka dalam kehidupan mereka di dunia."


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah manusia yang paling zuhud di dunia meskipun beliau mampu mendapatkannya. Jika memperoleh materi duniawi, beliau menginfakkannya sedemikian dermawan, dan beliau tidak menyimpan sedikitpun bagi diri beliau sendiri untuk hari esok [Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5 hal:794:795]


Tiga poin di atas, kiranya sudah cukup bagi kita untuk memahami tolok ukur keberhasilan pendidikan.

Tolok ukur keberhasilan yang sebenarnya adalah apabila anak didik mampu meraih dan mengamalkan tujuan utama pendidikan.

Tujuan pendidikan sebenarnya adalah: Membentuk pribadi yang sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah sesuai pemahaman generasi terbaik ummat ini, yaitu menjadi hamba yang beribadah hanya kepada Allah Ta'ala dengan ikhlas dan sesuai petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang dapat menjadi jalan untuk masuk surga.

Sehingga tolok ukur keberhasilan pendidikan adalah ketika anak didik/peserta didik dapat memetik buahnya ilmu, yaitu amal. Artinya adalah anak dapat mengamalkan ilmu yang telah didapatnya, yaitu ilmu yang bermanfaat baginya untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhiratnya.


Pertanyaan lanjutan,"Jadi bagaimana sikap kita dengan kehidupan dunia?"


Jawabannya bisa mengacu kepada Al-Qur-an Surah Al-Qashash:77, yang artinya kurang lebih:

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."


Dari ayat di atas, jelaslah dalam kehidupan ini kita harus:

1. Mengutamakan kehidupan akhirat.

2. Tidak melupakan kehidupan dunia.

3. Berbuat baik kepada orang lain.

4. Jangan berbuat kerusakan di muka bumi.


jangan jadikan kesuksesan dunia semata  jadi tolok ukur keberhasilan pendidikan



Tulisan diambil dari Buku Karakter Pendidikan dan Kurikulum Modular, edisi keempat.
Imam Nawawi Islamic School, oleh Kemal Muhammad Rasyid.



0 comments:

Post a Comment