Pada suatu sore, ketika saya sedang membaca sebuah artikel di kamar, datanglah putri sulung saya dan serta merta langsung duduk di samping saya. Setelah itu saya berikan ruang yang cukup untuk beliau agar dapat juga melihat-lihat bahan apa yang saya baca.
Saya teringat pada dokumentasi yang pernah saya tulis, bahwa mengajar anak yang paling efektif adalah dengan memberikan teladan. Oleh karena itu, saya biarkan saja beliau menempel manja sambil melihat-lihat pelajaran saya. Tujuannya tidak lain adalah untuk memberikan contoh, dan membuat beliau berpikir bahwa ternyata orang-tuanya saja masih belajar dan membaca sehingga beliau termotivasi untuk semakin rajin belajar.
Dialog untuk menggali dan mengetahui apa cita-cita anak
Setelah merasa agak cukup dalam membaca, saya lirik anak saya. Ternyata selain mengamati saya, beliau rebahan dengan santai. Saya pikir inilah waktu yang tepat untuk mengajak dialog anakku ini.
Saya lihat beliau tidak lagi mempunyai aktivitas alias menganggur, karena sudah menyelesaikan muroja’ah (ulangan) tajwid dan mengulang-ulang pelajaran doa dan dzikir untuk ujian lisan melalui skype dengan guru beliau di Indonesia.
Saya berpikir, jangan ada waktu nganggur untuk anak, dan jangan menyia-nyiakan waktu. Oleh karena itu saya putuskan untuk mengajaknya ngobrol santai.
Tapi saya bingung, apa ya yang mau diobrolin. Saya berpikir keras. Sementara putri sulung saya masih rebahan santai di samping saya.
Alhamdulillah, ide akhirnya datang menjumpai saya dengan ramah. Akhirnya saya berinisiatif untuk membuka obrolan,”Ghayda sudah mengulang-ulang untuk persiapan ujian?”. Beliau pun menjawab dengan santai, “sudah”.
Saya: Sekarang lagi ngapain?
Ghayda: Gak ngapa-ngapain.
Saya: Mau nggak ummi kasih tahu, ini info asyik nih.
(catatan : saya menerapkan teori yang sudah saya dokumentasikan pada tulisan terdahulu, tapi saya lupa di blog ini atau di blog lama saya. Teorinya adalah untuk memancing rasa ingin tahu anak, salah satu diantaranya adalah dengan memancingnya dengan pertanyaan, sehingga anak semangat untuk memperhatikan apa yang kita ucapkan)
Ghayda: Mau dong ummi, emang apa mi?
Dialog pun berlanjut, Alhamdulillah Ghayda semangat, ini ditandai dengan body language nya yang semula rebahan santai sekarang bangun dan duduk menghadap saya.
Percakapan semakin seru dan panjang untuk dituliskan di blog ini. Namun intinya saya menggali minatnya, mengetahui apa keinginannya, apa cita-citanya.
Akhirnya ide untuk ngobrol santai berlanjut dengan ide untuk mengajarkan beliau agar mempunyai cita-cita jangka panjang, tujuan jangka menengah, tujuan jangka pendek. Setelah menuliskan detail tujuan di sebuah kertas, maka tuliskan juga action (tindakan) atau usaha-usaha apa yang dilakukan untuk menuju ke sana.
Ini sudah saya lakukan sejak saya remaja dahulu. Zaman saya SMA, era ngeblog belum ada. Jadi saya menuliskan tujuan dan keinginan dan planning (rencana) untuk menggapainya. Saya juga tuliskan pengalaman-pengalaman saya mulai dari yang gak enak sampai yang enak di sana. Saya tulis itu di sebuah buku, dulu saya namakan diary.
Dikemudian hari, ketika sudah berkeluarga dan sudah ada anak-anak yang menemani, saya baca-baca ulang buku yang saya taruh di lemari buku. Saya senyum-senyum sendiri membacanya. Maklum ada pengalaman yang lucu, yang berkesan, baik kesan yang buruk dan kesan yang baik sekali. Dan ternyata, ada beberapa tujuan yang tertulis di buku itu, sekarang sudah saya dapatkan. Alhamdulillah, berkat hidayah taufiq dari Allah Ta’ala.
Alasan kenapa dalam menuliskan tujuan harus dituliskan juga aktivitasnya
Saya memberi contoh kepada beliau bagaimana menuliskan cita-cita jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang.
Tujuan jangka panjang yang utama
Saya uraikan bahwa seorang muslim mempunyai tujuan jangka panjang, yaitu sukses di akhirat. Artinya apa? Artinya kita dapat melangkahkan kaki masuk ke surga dan terhindar dari neraka.
0 comments:
Post a Comment